SELAMAT BERGABUNG TEMAN - TEMAN,,,
DENGAN SAYA "REDIMAN LEONARDO SILAEN"

Senin, 30 Agustus 2010

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
KABANJAHE

Karya Tulis Ilmiah, Agustus 2010


REDIMAN LEONARDO SILAEN


“EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach L.) DALAM MEMBUNUH NYAMUK CULEX”
xi + 50 halaman + 6 gambar + 11 tabel + 2 lampiran

ABSTRAK

Dipandang dari sudut kesehatan, kepadatan nyamuk culex merupakan masalah yang sangat penting karena nyamuk culex merupakan vector penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit kaki gajah. Adanya bahaya yang ditimbulkan oleh nyamuk culex tersebut, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Penggunaan insektisida nabati dari ekstrak daun mindi (Melia azedarach L) Merupakan salah satu alternatif untuk pengenddalian nyamuk culex. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mindi (Melia azedarach L.) dalam membunuhn nyamuk culex.,
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan metode post-test only kontrol design dengan memberikan berbagai konsentrasi ekstrak daun Mindi (Melia azedarach L.), yaitu konsentrasi 40 gr/l, 60 gr/l, dan 80 gr/l pada masing – masing kotak perlakuan yang berisi 20 ekor nyamuk Culex. Setelah 1, 2 dan 3 jam dihitung kematian nyamuk Culex dan replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
Hasil Penelitian diketahui kematian nyamuk culex pada konsentrasi 40 gr/l adalah 18,3% – 43,3%, kematian nyamuk culex pada konsentrasi 60gr/l adalah 26,6% - 58,3% dan kematian nyamuk culex pada konsentrasi 80gr/l adalah 36,6% - 73,3%.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak daun Mindi (Melia azedarach L.) dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk pengendalian nyamuk culex. Penulis menyarankan adanya usaha untuk memberantas vektor nyamuk Culex dengan insektisida nabati khususnya ekstrak daun Mindi (Melia azedarach L.) agar tidak terjadi resistensi pada vektor penyakit dan tidak terjadi pencemaran lingkungan.

Daftar Bacaan : 9 (2000 – 2009)
Klasifikasi :

Minggu, 18 April 2010

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MINDI (Melia Azedarach L.) DALAM
MEMBUNUH NYAMUK CULEX
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat, dimana lingkungan yang buruk dan kotor dapat membawa berbagai penyakit yang mengundang serangga atau binatang pengganggu untuk berkembang biak sehingga kemampuan untuk hidup sehat sulit tercapai.
Untuk mencapai kemampuan hidup sehat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang menjadi salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional, salah satu upaya yang dilakukan yaitu harus menjaga kesehatan lingkungan agar tidak berpengaruh negatif pada kesehatan manusia serta dapat menekan angka kesakitan dan kematian.
Kurang lebih sepersepuluh dari masa hidup kebanyakan orang di negara berkembang di ganggu penyakit, dimana yang masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang dominan adalah penyakit infeksi dan parasit. (WHO, 1990)
Adapun penyakit yang masih sering ditemui adalah infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaan dan infeksi kulit. Penyakit – penyakit infeksi tersebut merupakan penyakit yang menular yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari manusia ke manusia, dari binatang ke manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan ini dapat terjadi melalui beberapa cara diantaranya melalui perantara benda mati seperti makanan dan minuman, udara serta melalui vektor yaitu serangga pembawa agen penyakit.
Salah satu vektor penyakit menular adalah nyamuk culex yang dapat menularkan penyakit kaki gajah ( filariasis ) yang di ketahui jumlah penderitanya semakin bertambah demikian juga penyebarannya.
Sampai September 2009 telah terpetakan sebanyak 318 kabupaten dan kota endemis filariasis dari 471 kabupaten dan kota, 94 kabupaten dan kota non-endemis dan 59 kabupaten dan kota masih abu – abu yang akan selesai dipetakan tahun 2009. (Menkokesra, 2009)
Karena besarnya peranan nyamuk culex dalam mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan manusia maka perlu dilakukan usaha pengendalian vektor.

Pada prinsipnya pengendalian tidak sama dengan pembasmian. Pembasmian berarti meniadakan populasi vektor, sedangkan pengendalian merupakan usaha menurunkan ataupun mengurangi populasi vektor sampai ketitik tertentu yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
Beberapa cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengendalian secara mekanik, biologi, ataupun dengan pengubahan lingkungan hidup (environment modification) yaitu penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan lagoon – lagoon tempat nyamuk berkembang biak dengan cara pengaliran air. Cara ini merupakan cara yang baik karena nyamuk akan sulit meletakkan telurnya.
Pada saat ini pengendalian yang sering digunakan adalah pengendalian secara kimia. Pengendalian secara kimia yaitu dengan menggunakan racun serangga atau insektisida yang saat ini telah luas pemakainnya. Pemakaian insektisida memang efektif namun sebenarnya dapat juga menimbulkan masalah yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan jika tidak digunakan secara tepat dan benar.
Untuk mengurangi dampak penggunaan insektisida secara berlebihan perlu dikembangakan suatu penelitian mengenai zat – zat yang dapat membunuh nyamuk sehingga berfungsi sebagai insektisida nabati alami dan tidak merusak alam serta tidak berbahaya bagi manusia.
Salah satu dari sekian banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah pohon Mindi (Melia azaderach L.). Ekstrak daun dengan air atau alkohol dapat mengontrol berbagai jenis hama serangga dan nematoda. Senyawa aktif yang dikandung adalah azadirachtin, selanin dan meliantriol. Daun dan biji Mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak daun Mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termsuk belalang. ( Ahmed,s.& Idris, salma, 2010)
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun Mindi yang efektif untuk membunuh nyamuk.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas ekstrak daun Mindi (Melia azaderach L.) dalam membunuh nyamuk culex”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun Mindi dalam membunuh nyamuk culex.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kematian nyamuk culex dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun mindi (40gr/l, 60gr/l, 80gr/l)
b. Untuk mengetahui besaran konsentrasi ekstrak daun Mindi yang optimum dalam membunuh nyamuk culex.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, merupakan tambahan pengetahuan penulis dalam penggunaan insektisida nabati.
2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan bagai masyarakat luas dalam usaha pengendalian nyamuk culex.
3. Bagi institusi, sebagai bahan bacaan tambahan diperpustakaan jurusan kesehatan lingkungan politeknik kesehatan medan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Nyamuk Culex

Secara garis besar cara hidup atau siklus hidup semua nyamuk adalah sama tetapi ada sedikit perbedaan dalam perlakuan. Dalam bab ini akan diulas mengenai siklus hidup nyamuk dan perilaku nyamuk culex, dengan adanya ulasan ini diharapkan pembaca dapat memahami secara benar siklus hidup dan perilaku nyamuk culex sehingga tindakan tepat bisa dilakukan.

1. Klasifikasi Nyamuk Culex

Klasifikasi nyamuk berhubungan dengan biologi dikelompokkan kedalam grup dan organisasi yang sesuai dengan persamaan organisme tersebut dan harus konsisten dengan organisme keturunannya serta mempunyai daya infeksi yang relatif sama.
Kedudukan nyamuk culex dalam klasifikasi adalah sebagai berikut :
Divisi : Arthrooda
Classing : Insecta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : Nematocera
Super Famili : Culicoidae
Sub Famili : Culicinae
Spesies : Culex

2. Metamorfosis Nyamuk Culex

Nyamuk culex memiliki metamorfosis sempurna (holometabola) sebagai berikut :
a. Telur
Nyamuk culex meletakkan telur diatas permukaan air bergerombol bersatu membentuk rakit tanpa menggunakan pelampung. Sekali bertelur menghasilkan 100 telur dan biasannya dapat bertahan selama 6 bulan. Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari.

b. Larva
Salah satu ciri – ciri dari larva culex adalah memiliki siphon, shipon dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan air, ada 4 tingkatan atau instar larva sesuai dengan dengan pertumbuhan larva tersebut yaitu :
- Larva instar I berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari setelah menetas, duri – duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada siphon belum jelas.
- Larva instar II berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur menetas, duri – duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
- Larva instar III berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari telur menetas, duri – duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman.
- Larva IV berukuran paling besar yaitu 5 – 6 atau 4-6 hari setelah telur menetas, dengan warna kepala (Pawenang, 1999).


c. Pupa (kepompong)
Sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan ramping , 1 - 2 hari menjadi nyamuk culex (buletin harian Dep.Kes.RI,2004).
Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar membutuhkan waktu 2 – 5 hari. Pupa tidak makan apapun (Kardinan, 2003)

d. Nyamuk Dewasa
Ciri – cirinya berwarna hitam dengan belang – belang putih, kepala hitam dengan putih pada ujungnya, thorax terdapat 2 garis putih berbentuk kurva.


3. Siklus Hidup Nyamuk Culex
Nyamuk culex mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dari telur, jentik, pupa, hingga imago (dewasa). Seekor nyamuk betina mampu meletakkan telur 100 – 400 butir (kardinan, 2003). Biasannya telur – telur itu diletakkan pada bagian yang dekat dengan permukaan air, misalnya di sawah dan comberan.
Dalam meletakkan telurnya nyamuk culex memiliki karakteristik yang unik. Nyamuk ini meletakkan telurnya secara bergerombol bersatu membentuk rakit tanpa menggunakan pelampung diatas air. Umumnya nyamuk ini akan meletakkan pada temperature sekitar 200C – 300C. setelah nyamuk meletakkan telurnya maka telur akan menetas dalam waktu 1 – 3 hari pada temperature 300C tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 160C. (iskandar, dkk, 1985)
Nyamuk culex betina menghisap darah untuk proses pematangan telurnya. Berbeda dengan nyamuk jantan, nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi menghisap sari bunga atau nectar, jadi nyamuk betinalah yang berbahaya menyebarkan penyakit dan mengganggu manusia. Nyamuk betina sangat sensitive terhadap gangguan, sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang – ulang. Biasanya menggigit pada pukul 19.00 – 05.00 pagi hari.


4. Perilaku Nyamuk Culex
a. Perilaku mencari darah
- Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur.
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 – 3 hari sekali.
- Menghisap darah pada waktu malam hari pada pukul 19.00 – 05.00.WIB.
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 m.
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b. Perilaku Istirahat
Setelah nyamuk kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 – 3 hari mematangkan telur. Tempat beristirahat yang disukai adalah tempat – tempat yang lembab dan kurang terang.
c. Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk culex bertelur dan berkembang biak di air jernih atau air kotor seperti comberan, sawah – sawah dan lain sebagainya.




5. Pengendalian Nyamuk Culex
Nyamuk culex tidak dapat dibasmi sampai keakar – akarnya tetapi hanya dapat diturunkan populasinnya saja. Telah diketahui bahwa nyamuk culex dapat menyebabkan penyakit salah satunya filariasis, karena itu untuk memperkecil masalah yang ditimbulkan maka perlu dilakukan upaya pengendalian nyamuk culex yang dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Secara Mekanik
Yakni dengan memasang kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya, lem atau rakit pemukul dan membersihkan lingkungan yang potensial dijadikan sebagai sarang nyamuk.
b. Secara Biologi
Memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan, misalnya ikan mujair ditempat penampungan air atau diparit-parit sehingga dapat menjadi predator bagi jentik dan pupa nyamuk.
c. Secara Kimia
Dengan menggunakan berbagai macam insektisida racun serangga lainnya, disamping itu insektisida yang digunakan haruslah memenuhi syarat antara lain mempunyai daya bunuh yang tinggi, tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia, tidak mengganggu dan membahayaakan hewan lain yang bukan sasaran, mudah didapat serta mudah dalam penggunaannya (Azrul Azwar, 1990).
B. Tinjauan Tentang Pohon Mindi
1. Tinjauan Umum Pohon Mindi
Pohon Mindi atau geringging (Melia azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur dabawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm.
Pohon Mindi mempunyai morfologi batang silindris, tegak, tidak berbanir, kulit batang (papagan) abu – abu coklat, beralur membentuk garis – garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda memiliki kulit licin dan berintisel, kayu gubal putih coklat, kayu keras coklat kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun, panjang malai 10 – 22 cm, warna keunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah bulat jorong, tidak membuka, ukuran 2 – 4 cm x 1 – 2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput, kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah umumnya terdapat 4 – 5 biji. Biji kecil 3,5x1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam.
Pohon Mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya.
Tanaman Mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian 0 – 1200 m diatas permukaan laut, dengan curah hujan rata – rata per tahun 600 – 2000 mm, dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tumbuh subur pada tanah berdraise baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin dan basah.






Gbr : Pohon Mindi Gbr : Daun Mindi Gbr : Biji Mindi




2. Klasifikasi Pohon Mindi
Artikel plantamor (2008), menuliskan klasifikasi pohon mindi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Melia
Spesies : Melia azedarach L.

3. Manfaat Pohon Mindi
Qitanonq (2006), menuliskan kegunaan pohon mindi adalah sebagai berikut :
a. Kegunaan Kayu
Kayu Mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik. Sifat kayu Mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak indah, mudah dikerjakan termasuk kelas kuat III – II dan dapat mongering tanpa cacat. Mebel kayu Mindi dapat terdiri dari kayu utuh atau merupakan kombinasi antara kayu utuh da panel kayu yang di lapisi venir Mindi. Produk lantai kayu biasanya berupa parket atau mozaik. Bahanbaku untuk lantai Mindi yang berupa parket berupa kayu lapis indah (multipleks) dan berupa produk perekatan terdiri dari 3 lapis. Kayu gergajian atau bagian bawah venir sedangkan bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian. Pada saat ini kayu gergajian Mindi tebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai parket 3 lapis dan produknya di ekspor. Di sisi lain, kayu Mindi yang berukuran kecil dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kerajinan.

b. Kegunaan Bukan Kayu
Daun dan biji Mindi telah dilaporkan dapa digunakan sebagai Pestisida Nabati. Kandungan bahan aktif Mindi sama dengan Mimba (azadirachta indica) yaitu Azadirachtin, selanin, dan meliantriol. Namun kandungan bahan aktifnya lebih rendah dibandingkan dengan mimba sehingga efektivitasnya lebih rendah pula.
Ekstrak daun Mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit Mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan akar Mindi telah digunakan ebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Suatu glicopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar Mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus misalnya virus polio.
Azadirachtin merupakan molekul kimia C35H44O16 yang termasuk dalam kelompok triterpenoid. Efek primer azadirachtin terhadap serangga berupa antifeedant dengan menghasilkan stimulan detteren spesifik berupa reseptor kimia (chemoreseptor) pada bagian mulut (mouth part) yang bekerja bersama-sama dengan reseptor kimia yang mengganggu persepsi rangsangan untuk makan (phagostimulant).Efek sekunder Azadirachtin yang dikandung mindi berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu hormon yang berfungsi dalam metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian pada serangga.

Selanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak srangga sangat menurun, walupun serangganya sendiri belum mati.
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut.



Rumus Bangun
Azadirachtin







BAB III
METODE PENELITIAN


A. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka konsep penulis adalah seperti yang terlihat dibagan sebagai berikut :
Jumlah Kematian Nyamuk Culex
Konsentrasi Ekstrak Daun Mindi
50gr/l, 70gr/l, 90gr/l variabel Bebas Variabel Terikat
- Suhu Udara
- Lama Waktu Kontak
- Umur Nyamuk
- Kecepatan Angin
- kelembaban
-








Variabel Pengganggu

Keterangan :
Variabel-variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas
Variabel dalam penelitian ini adalah konsentrasi daun Mindi
40 gr/l, 60 gr/l, 80 gr/l.
b. Variabel terikat
Dalam penelitian ini variabel terikat adalah kematian Nyamuk Culex.
c. Variabel pengganggu
Variabel penggangggu adalah variabel yang dapat mempengaruhi situasi yang di teliti meliputi suhu udara, waktu kontak, umur nyamuk, kelembaban dan kecepatan angin.
B. Defenisi Operasional
No
Variabel
Defenisi
Alat Ukur
Cara Mengukur
Skala Ukur
1
Konsentrasi ekstrak daun Mindi
Kandungan daun Mindi yang diperoleh dengan cara mengekstrak daun Mindi
Timbangan Analitik
Mengukur ekstrak daun Mindi untuk setiap konsentrasi 40gr, 60gr, 80gr dengan menggunakan timbangan neraca.
Interval
2
Suhu Udara
Kondisi panas atau dinginnya udara sebelum dan sesudah perlakuan
Thermometer
Menggunakan thermometer
Interval
3
Umur nyamuk
Nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur 1 - 2 hari setelah keluar dari kepompong

Menghitung umur nyamuk setelah keluar dari kepompong di dalam pembiakan
Nominal
4
Waktu kontak
Waktu yang diperlukan mulai disemprotkan ekstrak daun Mindi sampai terjadinya kematian pada nyamuk culex
Stopwatch
Melihat jumlah kematian nyamuk culex setelah setelah di tunggu beberapa jam




Interval
5
Kelembaban
Kondisi kandungan uap air yang terdapat pada lingkungan tempat pembiakan dan kotak pengamatan
Hygrometer
Menggunakan Hygrometer
Interval
6
Efektivitas ekstrak daun Mindi
Kemampuan ekstrak daun Mindi dalam membunuh nyamuk culex.

Menghitung jumlah nyamuk yang mati setelah disemprotkan dengan ekstrak daun Mindi


C. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis membuat hipotesa sebagai berikut :
Ho = Tidak ada perbedaan jumlah nyamuk culex yang mati dari berbagai variasi konsentrasi ekstrak Daun Mindi pada perlakuan.
Ha = Ada perbedaan jumlah nyamuk Culex yang mati dari berbagai variasi konsentrasi ekstrak Daun Mindi pada perlakuan.
D. Interpretasi Data
F hitung > F table Ha diterima dan Ho ditolak dengan α = 0,05
F hitung < F table Ho diterima dan Ha ditolak dengan α = 0,05
E. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun Mindi yang optimal dalam membunuh nyamuk Culex.
Desain penelitian ini menggunakan metode post - test kontrol design. Dimana objek dibagi dalam dua kelompok yaitu perlakuan diberikan pada salah satu kelompok dan kelompok lain tidak diberikan perlakuan (kelompok kontrol). Setelah waktu yang ditentukan kemudian diobservasi variabel tercoba pada kedua kelompok tersebut. Perbedaan hasil antara kedua kelompok menjelaskan perlakuan.
Desain perlakuan yang akan dilakukan seperti di bawah ini :
X1,2,3 O1
R =
X0 O2
Keterangan :
X1,2,3 : Kelompok perlakuan.
R : Replikasi.
X0 : Kelompok kontrol.
O1 : Pengamatan jumlah nyamuk culex yang mati dari berbagai variasi konsentrasi ekstrak daun Mindi pada perlakuan.
O2 : Pengamatan jumlah nyamuk culex yang mati tanpa perlakuan.
Penelitian ini dilakukan dengan 3 varian konsentrasi ekstrak daun Mindi yakni 40 gr/l, 60 gr/l dan 80 gr/l dengan replikasi sebanyak 3 kali.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kampus jurusan kesehatan lingkungan kabanjahe.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juli 2010.
G. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah nyamuk culex yang sudah dibiakkan dalam 12 buah kotak pengamatan dimana 9 buah kotak perlakuan dan 3 buah kotak kontrol. Nyamuk berumur 1- 2 hari dihitung setelah keluar dari kepompong.
H. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data berupa data primer
Pengumpulan data berdasarkan :
1. Hasil eksperimen dari berbagai macam konsentrasi ekstrak daun Mindi dalam membunuh nyamuk culex.
2. Hasil pengukuran suhu udara.
3. Hasil pengukuran kelembaban udara
4. Hasil pengukuran kecepatan angin.



I. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tulisan dan tabel.

2. Analisis Data
Setelah pengumpulan dan pengolahan data dilakukan maka untuk melihat ada tidaknya perbedaan jumlah kematian nyamuk Culex terhadap berbagai konsentrasi ekstrak daun Mindi, maka dilakukan analisa secara statistik dengan menggunakan Rumus Analisa Of Variance (ANOVA) sebagai berikut :
1. FK =
2. JK perlakuan =
3. JK Total =
4. JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
5. KT Perlakuan =
6. KT Galak Acak =
7. F hitung =

Keterangan :
Y = Jumlah hasil observasi pada perlakuan
Yi = Jumlah hasil observasi ke-I setiap perlakuan
∑ = Total keseluruhan observasi perlakuan
R = Jumlah pengulangan
t = ∑ konsentrasi
n = Replikasi
FK = Jumlah konsentrasi
JK = Jumlah kuadrat
KT = Kuadrat tengah

J. Alat, Bahan dan Prosedur Kerja
1. Alat – alat yang diperlukan :
- Kotak pembiakan
- Media (Aqua)
- Tampah.
- Timbangan.
- Termometer udara.
- Hygrometer.
- Anometer.
- Semprotan ( Spreyer ).
- Gelas ukur
- Corong
- Kertas label.
- Pipet.
- Saringan
- Batang pengaduk
- Penunjuk waktu
- Tumbukan
2. Bahan – bahan yang dipergunakan:
- Daun Mindi.
- Alkohol 70 %
- Nyamuk Culex

3. Cara Pembuatan Ekstrak Daun Mindi
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Ambil daun Mindi, lalu pisahkan dari ranting untuk mempermudah penumbukan.
c. Daun Mindi ditimbang masing – masing konsentrasi 50gr, 70gr dan 90gr.
d. Setelah ditimbang, masing – masing konsentrasi di tumbuk dan kemudian direndam dengan 1 liter alkohol selama 24 jam dan di beri label sebagai berikut :
- Wadah A = rendaman daun Mindi 50gr/l
- Wadah B = rendaman daun Mindi 70gr/l
- Wadah C = rendaman daun Mindi 90gr/l
e. Setelah 24 jam larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan/ekstrak daun Mindi yang siap di aplikasikan.

4. Cara Pembiakan Nyamuk Culex
a. Buat kotak pengamatan dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm (Depkes RI, 1986) sebanyak 12 buah yang terdiri dari 9 kotak perlakuan dan 3 kotak kontrol.
b. Kemudian ambil jentik nyamuk Culex sebanyak 240 ekor lalu dimasukkan kedalam aqua gelas masing – masing sebanyak 20 ekor jentik.
c. Setelah itu letakkan kotak pengamatan di tempat yang terlindungi (teduh) yang terhindar dari sinar matahari secara langsung. Untuk setiap kotak di beri jarak 50 cm, dengan tujuan untuk mempermudah melakukan penyemprotan.
d. Masukkan aqua gelas yang sudah berisi jentik kedalam kotak pengamatan dan buat kertas putih dibawahnya.
e. Lihat perubahan yang terjadi mulai dari jentik – pupa – nyamuk.

5. Uji Perlakuan
a. Sediakan alat dan bahan yang diperlukan
b. Setiap kotak pengamatan diberi label dan ditempel pada kotak perlakuan dan kotak kontrol sebagai berikut :
- Perlakuan I diberi tanda A : A1, A2, A3
- Perlakuan II diberi tanda B : B1, B2, B3
- Perlakuan III diberi tanda C : C1, C2, C3
- Kontrol diberi tanda K : K1, K2, K3
c. Masing – masing nyamuk sudah berisi nyamuk culex sebanyak 20 ekor
d. Ambil botol yang berisi ekstrak daun Mindi (sesuai konsentrasi) masukkan kedalam sprayer.
e. Kemudian ekstrak daun Mindi disemprotkan pada tiap – tiap perlakuan dengan konsentrasi ekstrak daun Mindi sebagai berikut :
o Perlakuan I : disemprotkan ekstrak daun Mindi dengan konsentrasi 40 gr/l sebanyak 20 ml yang diberi tanda A
o Perlakuan II : disemprotkan ekstrak daun Mindi dengan konsentrasi 60 gr/l sebanyak 20 ml yang diberi tanda B
o Perlakuan III : Disemprotkan ekstrak daun Mindi dengan konsentrasi 80 gr/l sebanyak 20 ml yang diberi tanda C
Penyemprotan dilakukan pada semua permukaan kotak secara merata dengan jarak 30 cm dan tekanan yang sama khususnya dan untuk kotak kontrol yang di semprotkan adalah alkohol 70 %.
f. Sebelum dan sesudah penyemprotan dilakukan pengukuran suhu udara, kecepatan angin dan kelembaban udara kemudian catat hasil pengamatan
g. Lalu amati nyamuk Culex yang mati setiap 1 jam, 2 jam, 3 jam setelah dilakukan penyemprotan dan catat hasilnya.

K. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian terlampir.




Sabtu, 19 Desember 2009

M I N D I S E B A G A I P E S T I S I D A N A B A T I
PENDAHULUAN
Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur dibawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter +/- 40 cm.

HABITUS
Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8 - 20 m, diameter sampai 60 cm. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang menggugurkan daun.

MORFOLOGI
Batang silindris, tegak, tidak berbanir; kulit batang (papagan) abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda memiliki kulit licin dan berlentisel; kayu gubal putih pucat; kayu teras coklat kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergirigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun, panjang malai 10-22 cm, warna kunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga jantan dan bungan betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput kulit dalam keras, buah mda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam.

PERSEBARAN
Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, di Indoanesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya.

TEMPAT TUMBUH
Tanaman mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian 0 - 1200 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata per tahun 600 - 2000 mm, dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, tanah yag dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin dan basa.
PERBENIHAN
Tanaman mindi mengalami musim berbungan dan berbuah berbeda antara tempat satu dengan lainnya. Tanaman di Jawa Barat berbunga dalam bulan Maret sampai dengan Mei, di Jawa Timur antara bulan Juni sampai dengan Nopember, di Nusa Tenggara Barat dalam bulan September dan Juni. Buah masak dalam bulan Juni, Agustus, Nopember dan Desember.Esktraksi biji dilakukan dengan merendam buah dalam air selama 1 sampai 2 hari, kemudian biji dibersihkan dan dikeringkan di tempat teduh. Jumlah biji kering tiap kilogram +/- 3000 butir. Penyimpanan biji dilakukan dengan memasukan biji ke dalam wadah yang tertutup rapat, disimpan di ruang dingin (suhu 3-5 °C) daya kecambah 80% selama satu tahun dan turun 20% setelah lima tahun.

PEMBIBITAN
Pengadaan bibit mindi secara generatif (menggunakan biji), untuk menghilangkan dormansi kulit biji yang dapat menghambat perkecambahan dilakukan dengan cara membuang kulit dalam dari buah atau cara lain dengan merendam biji dalam air bersuhu 80°C selama 30 menit. Penaburan biji dilakukan di persemaian yang tidak di naungi. Biji ditutup tanah atau serasah tipis. Setelah kecambah mencapai tinggi 2-4 cm dapat dipindah ke kantong plastik ukuran 200-300 ml yang berisi tanah lapisan atas (top-soil). Bibit dipelihara di pesemaian sampai tingginya mencapai 20-30 cm. Bibit siap tanam pada umur 4 bulan sampai 6 bulan. Apabila akan menggunakan bibit yang berupa stump, dibuat dengan memotong batang dan akar tunggang, masing-masing berukuran 20 cm dan diameter leher akar stump sebaiknya antara 1-1,25 cm. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan membuat stek batang. Pemberian hormon indole butiric acid (IBA) dengan dosis 50 ppm pada stek mindi dapat meningkatkan keberhasilannya.

PENANAMAN
Penanaman di lapangan harus dilakukan setelah areal dibuka bersih, dicangkul sampai kedalaman 30 cm. Penanaman bibit sebatas leher akar. Bibit dibuka dari wadahnya, tidak boleh ada akar yang terlipat. Jarak tanam mindi dapat 2 m x 2 m atau 2 m x 3 m.

PEMELIHARAAN
Pemeliharaan tanaman yang berupa pemupukan perlu dilakukan. Penyiangan gulma dilakukan beberapa kali pada tahun pertama dan kedua. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 3 tahun dengan meninggalkan 400 batang per hektar, kemudian pada umur 6 tahun penjarangan tanaman dilakukan lagi sampai jumlah pohon tiap hektar menjadi 200 batang.
Pohon mindi mudah diserang penggerek pucuk Hypsipyla robusta Moore dan batangnya kadang-kadang diserang kumbang ambrosia Xleborus ferrugineus yang mengakibatkan kualitas kayunya menurun. Pengendalian hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur, antara lain menggunakan bibit tanaman yang tahan serangan hama, dapat pula dengan membuat hutan tanaman campuran. Cara lain untuk memberantasnya dengan menyuntikkan insektisida Nuvacron 20 SCW, Dimecron 50 SCW dan Gusadrin 15 WSC setelah batangnya ditakkik.

PERTUMBUHAN
Pohon mindi termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam dan berakar cabang banyak. Pohon mindi di kebun rakyat Cimahpar, Bogor umur 10 tahun mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 10 m dan diameter 38,20 cm.

SIFAT KAYU
Kayu teras berwarna merah coklat muda semu-semu ungu, gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur 3,3% (radial) dan 4,1% (tangensial). Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV-V. Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37% sampai 15% memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80% dengan kelembaban nisbi 80-40%.

KEGUNAAN KAYU
Kayu mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik. SIfat kayu mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak indah, mudah dikerjakan termasuk kelas kuat III-II dan dapat mengering tanapa cacat. Mebel kayu mindi dapat terdiri dari kayu utuh atau merupakan kombinasi antara kayu utuh dan panel kayu yang dilapisi venir mindi. Produk lantai kayu biasanya berupa parket atau mozaik. Bahan baku untuk lantai mindi yang berupa parket berupa kayu lapis indah (multipleks) dan berupa produk perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian atau bagian bawah venir sedangkan bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian. Pada saat ini kayu gergajian mindi tebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai parket 3 lapis dan produknya di ekspor. Di sisi lain, kayu mindi yang berukuran kecil dapat di gunakan sebagai bahan untuk membuat barang kerajinan.

KEGUNAAN BUKAN KAYU
Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Kandungan bahan aktif mindi sama dengan mimba (Azadirachta indica) yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Namun kandungan bahan aktifnya lebih rendah dibandingkan dengan mimba sehingga efektivitasnya lebih rendah pula. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasilobat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus misalnya virus polio.

Rabu, 02 Desember 2009

Dasar-Dasar Teknologi
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

1. Pengolahan Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.


Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

2. Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.


Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

Koagulasi & Flokulasi

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.

Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

3. Pengolahan secara biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.


Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.

Selasa, 01 Desember 2009

PENCEMARAN AIR

A. Aspek-aspek Kimia Pencemaran Air

1. Oksigen terlarut (Disolved Oxygen = DO)
Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa, dan hanya sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya mahluk hidup yang tinggal di air, baik tumbuhan maupun hewan bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Kepekatan oksigen tergantung kepada :
Suhu Adanya tumbuhan yang berfotosintesis Tingkat penetrasi cahaya yang tergantung kepada kedalaman dan kekeruhanair Tingkat kederasan aliran air Jumlah bagian organik yang diuraikan dalam air seperti sampah ,ganggang mati, atau limbah industri.
Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka organisme anaerob mungkin mati dan mungkin organisme anaerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metna dan hidrogen sulpida. Zat-zat itulah yang menyebabkan air berbau busuk. Kadar oksigen yang terlarut dalam air ( Disol ved Oksigen = DO ) Bering dipakai untuk menentukan kualitas air bersih. Jika air rnengandung zat pencemar yang banyak, maka harga DO akan turun, sebab oksigen yang larut dalam air akanterpakai oleh bakteri-bakteri untuk menguraikan zat pencemar tersebut. Banyaknya oksigen yang diperlukan mikroorganisme untuk menguraikan zatpencemar tersebut disebut Biochemical Oxygen Demand (BOD). Harga BOD berbanding terbalik dengan DO. Air yang bersih tentu memiliki harga DO tinggi dan harga BOD rendah. Jika harga DO lebih dari 4 mg per1iter, berarti air tersebut cukup tercemar.

2. Karbondioksida (CO2).

Kepekatan oksigen terlarut dalam air tergantung kepada kepekatan karbondioksida yang ada. Karena itu perlu dipelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kepekatan CO2dalam air.
Kepekatan CO2dipengaruhi oleh :
CO2 yang berasal dari air hujan
CO2 terbentuk dari hasil metabolisme yaitu pada peristiwa respirasi pada hewan maupun hewan.
Penguraian bahan-bahan organik.

3. pH. Kebasaan, keasaman dan keasadahan air

pH adalah ukuran derajat keasaman atau kebasaan zat cair atau larutan. Air yang mempunyai pH antara 6,7 - 8,6 mendukung populasi hewan dan tumbuhan dalam air. Dalam jangkauan pH itu pertumbuhan dan perkembangbiakan hewan dan tumbuhan di air tidak terganggu. Kebasaan air ialah suatu kapasitas air untuk dapat menetralkan asam. Hal ini disebabkan adanya asam atau garam basa yang terdapat dalam air, misalnya NaOH dan Ca (OH) 2. Garam basa yang sering dijumpai adalah karbonat logam-logamnatrium, kalsium,magnesium, dan sebagainya.Kebasaan yang tinggi belum tentumempunyai pH yang tinggi.
Keasaman adalah kemampuan untuk menetralkan basa Keasaman yang tinggi belum tentu pH-nya rendah. Suatu asam 1emah dapat mempunyai keasaman yang tinggi, artinya mempunyai potensi untuk melepaskan hidrogen yang besar, contohnya asam karbonat, asam asetat, dan asam organik lainnya.
Kesadahan air disebabkan oleh ion-ion magnesium dan kalsium. Kesadaran tidaklah menguntungkan karena menurunkan tegangan permukaan air. Air yang dianggap bermutu tinggi mempunyai kesadahan yang rendah. Kalsium atau magnesium dapat bereaksi dalam air sadah dengan sabun sehingga sabun tidak memberi busa. Kesadahan karena asam hidrogen karbonat (H2CO3) dinamakan kesadahan karbonat atau kesadahan sementara karena kesahan dapat hilang karena dipanaskan. Kesadahan karena garam sulfat atau klorida disebut kesadahan tetap atau permanen. Kesadahan yang tinggi belum tentu disebabkan limbah industri, mungkin karena susunan geologi tanah di sekitar sungai.

4. Nitrogen

Karbon, hidrogen, dan oksigen penting untuk kehidupan yang berperan dalam proses fotosintesisi dan respirasi. Dengan unsur-unsur fosfor, nitrogen, dan belerang membentuk protein yang penting untuk pertumbuhan tubuh. Di tambah dengan unsur kalsium, magnesium, semuanya termasuk unsur-unsur nutrien.
Nitrogen sebagai salah satu unsur nutrien terpenting dalam protein. Protein merupakan komposisi utama penyusun jaringan tubuh.

Ada tiga sumber utama Nitrogen di dalam yaitu :

1. Udara ; Nitrogen merupakan unsur terbanyak di udara yaitu 78% dari volume udara.
2. Terdapat dalam senyawa-senyawa anorganik, misalnya senyawa nitrit, nitrat, dan amoniak.
3. Terdapat dalam senyawa -senyawa organik, misalnya, protein, urea, dan lain-lainnya.
4. Senyawa-senyawa nitrit, nitrat, dan amoniak dalam air akan menyebabkan pencemaran apabila melampaui batas normal.

5. Fosfor

Seperti nitrogen, fosfor memasuki air melalui berbagai jalan seperti melalui kotoran, sampah, sisa pertanian, kotoran hewan, dan sisa tanaman dan hewan yang mati. Pencegahan penyebaran fosfor adalah dengan melaran deterjen yang mengandung fosfat. Demikian pula dengan mewajibkan pengolahan limbah industri.

6. Pencemar lainnya

Deterjen merupakan salah satu pencemar air yang sangat berarti karena kandungan kimianya yaitu alkil sulfonat linear dan alkil benzena sulfonat. Untuk mengurangi masalah lingkungan sebaiknya kita tidak menggunakan deterjen tetapi sabun untuk mencuci pakaian. Hal ini disebabkan sabun dapat diuraikan oleh bakteri.
Disamping pencemar-pencemar di atas, masih banyak lagi yang dapat mencemari air misalnya unsur-unsur logam seperti seng, timbal, tembaga, besi, dan mangan, apabila melampaui batas yang normal.